Bumi Manusia adalah salah satu karya besar dalam ranah sastra Indonesia, diciptakan oleh seorang sastrawan tanah air yang memang mengabdikan diri dan hidupnya untuk membuat sebuah rencana keabadian. Beliau adalah Pramoedya Ananta Toer, atau yang akrab disapa Pram. Pram menjadi satu-satunya sastrawan asal Indonesia yang pernah dinominasikan sebanyak enam kali sebagai peraih nobel perdamaian pada masanya itu.

Pramoedya Ananta Toer merupakan seorang kritikus sastra yang mana pada saat itu beliau juga sempat ditahan sebagai tahanan politik di zaman pemerintahan Orde Baru dan diasingkan ke Pulau Buru sebab kritik pedasnya terhadap pemerintah. Saat di Pulau Buru, Pram menghabiskan masa ditahannya itu dengan membuat karya tulis.

Saat diterbitkan pertama kali, tepatnya tahun 1980, novel Bumi Manusia mendapatkan tantangan yang bisa dikatakan sebagai suatu kemerosotan sebab adanya pelarangan terbit pada karyanya tersebut. Mengapa demikian? Hal itu karena  bukunya dikatakan mengandung unsur ajaran Marxisme dan Leninisme yang mana ajaran itu telah dilarang pada zaman pemerintahan Orde Baru.

Namun, terlepas dari hal tersebut, cerita dari Bumi Manusia dapat dikatakan pula sebagai sebuah mahakarya yang menjadi warisan histori terbaik bagi tanah air Indonesia.  Buku dengan tebal 535 halaman ini, menceritakan kehidupan bangsa Indonesia pada periode 1898 sampai 1918 yang mana pada masa itu adalah masa-masa berkembangnya pemikiran Politik Etis dan awal Kebangkitan Nasional.

Pada masa itu, tidak ada sastrawan yang berhasil mengulas kehidupan bangsa Indonesia sebaik Pram dalam karya Tetralogi Burunya tersebut, terlebih dalam novel Bumi Manusia ini.

Seperti penjelasan di atas, meski novel Bumi Manusia mendapatkan pertentangan sejak awal diterbitkan, akan tetapi novel ini pun memperoleh sambutan hangat dan apresiasi yang luar biasa, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Hal itu terbukti bahwa sampai tahun 2005, novel Bumi Manusia sudah diterjemahkan ke dalam 33 bahasa di dunia dan saat ini sudah berhasil dialihbahasakan ke dalam 40 bahasa.

Tak hanya itu, salah satu bentuk penghargaan dan apresiasi akan karyanya itu dengan melakukan berbagai pementasan drama teater tepatnya di tahun 2006, yang kemudian digelar secara serentak di 12 kota besar di Indonesia. Bahkan, pada tahun 2019 lalu, Bumi Manusia telah dialihwahanakan ke dalam bentuk layar lebar yang disutradarai oleh Hanum Bramantyo.