- Kitalah yang Ada di Sini Sekarang – Jostein Gaarder
Leo, Aurora, Noah, Alba, Julia, Máni, Cucu-Cucu Kesayanganku,
Hari ini aku membolak-balik buku Dunia Sophie yang kutulis lebih dari 3 dasawarsa lalu.
Bak disambar petir, aku tersadar ada satu pertanyaan penting yang belum kutanyakan.
Itu seakan-akan membuka sebuah ruang besar kosong dalam diriku.
Karena itulah, aku menulis surat ini untuk kalian.
Jostein Gaarder mencoba mencari jawaban atas pertanyaan terpenting itu, kemudian menuliskannya dalam bentuk surat untuk cucu-cucunya dan seluruh pembaca di dunia. Mulai dari menguak momen keajaiban yang pernah dialaminya ketika kecil, mengamati kepik rerimbunan hutan, memperbandingkan antara ahli ortopedi dan astronaut, hingga mitologi Nordik. Dengan lugas dan menyenangkan, Jostein mengajak para cucunya dan pembaca untuk menyadari bahwa Kitalah yang Ada di Sini Sekarang, di Bumi ini, di Semesta ini, di Waktu Geologis saat ini.
2. Hidup (To Live) – Yu Hua
Dari seorang anak tuan tanah kaya yang menghabiskan waktu di meja judi dan ranjang pelacur, Fugui kehilangan harta dan orang-orang yang dicintainya. Dia berusaha bertahan hidup di tengah kekejaman perang saudara, absurditas Revolusi Kebudayaan, hingga bencana kelaparan yang melanda China akibat kekeliruan kebijakan Mao. Kisah tragis kehidupan seorang Fugui merangkum kengerian perjalanan sejarah negeri China di tengah ingar-bingar revolusi komunis. To Live adalah karya kontroversial salah satu novelis terbaik China yang sempat dilarang beredar di China, telah meraih berbagai penghargaan sastra internasional, difilmkan, dan telah diterjemahkan ke lebih dari 20 bahasa. Dengan kata-katanya yang sederhana namun bergemuruh dan menggugah, Yu Hua bercerita tentang sebuah China. Yang begitu nyata, tanpa basa-basi.
3. The Haze Inside – Aiu Ahra
Lulusan pesantren kerap dianggap akan menjadi ustadz ketika lulus kelak. Tapi, Rigel tidak mau menjadi seperti itu. Mimpinya justru berada di tempat lain, tapi masalahnya, ia bahkan belum tahu cita-citanya. Padahal ia sudah pernah janji pada Mei, kawan perempuannya di SMP, untuk bertemu di satu kota dan berjuang mewujudkan mimpi sama-sama. Tapi kini, ia sendiri malah bimbang.
Orang yang punya tujuan bisa berhasil ataupun gagal juga tergantung pilihannya, apakah dia mau berjuang atau menyerah, atau dia memang ditakdirkan Allah untuk nggak dapat apa yang jadi tujuannya.
Rigel kini berada di persimpangan jalan. Sebentar lagi ia akan lulus dari pesantren, namun ia tak tahu, hal apa yang harus ia lakukan setelah masa wajib belajar sembilan tahunnya usai? Haruskah ia bekerja? Atau lanjut ke universitas? Tapi jurusan apa? Apa profesi yang ingin ia lakukan? Buntu. Rigel tak tahu jawaban dari semua pertanyaan itu.
Di sisi lain, Ghazi, sahabatnya sejak SMP terlihat menjauh darinya sejak insiden yang membuatnya dihukum keras oleh pondok. Demi persahabatan, Rigel ingin membantu, tapi Ghazi sangat tertutup tentang masalahnya sendiri. Hingga satu peristiwa akhirnya membuat Rigel dan tiga kawannya terseret jauh dan membuat mereka terancam dikeluarkan dengan tidak hormat: Membuat orangtua kecewa, dan menghancurkan masa depan mereka.
4. Sang Pemanah (The Archer/O Caminho do Arco) – Paulo Coelho
Paulo Coelho, pengarang buku bestseller internasional SANG ALKEMIS, menceritakan kisah inspiratif tentang seorang anak yang mencari kebijaksanaan dan pelajaran tentang kehidupan dari Sang Pemanah. Buku ini disertai ilustrasi-ilustrasi indah oleh Martin Dima. Gandewa adalah pemanah ulung yang pernah sangat termasyhur, namun dia telah mengundurkan diri dari dunia ramai. Suatu hari, seorang anak lelaki datang mencarinya bersama seorang asing. Begitu banyak yang ditanyakan anak ini, dan Gandewa menjawab dengan menggambarkan Jalan Busur serta prinsip-prinsip utama dalam menjalani kehidupan yang bermakna. Dalam cerita yang disampaikan dengan sederhana ini, Paulo Coelho bertutur tentang pokok-pokok penting dalam kehidupan, antara lain kerja keras dan antusiasme, berani mengambil resiko, tidak takut gagal, dan menerima hal-hal tak terduga yang disodorkan oleh nasib.
5. Si Anak Badai – Tere Liye
Badai kembali membungkus kampung kami. Kali ini aku mendongak, menatap jutaan tetes hujan dengan riang. Inilah kami, Si Anak Badai. Tekad kami sebesar badai. Tidak pernah kenal kata menyerah.
Buku ini tentang Si Anak Badai yang tumbuh ditemani suara aliran sungai, riak permukaan muara, dan deru ombak lautan. Si Anak Badai yang penuh tekad dan keberanian mempertahankan apa yang menjadi milik mereka, hari-hari penuh keceriaan dan petualangan seru.