Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Agus Sutoyo menyampaikan di era perkembangan teknologi saat ini, peranan buku makin dilupakan. Padahal, keberadaannya sangat penting dalam tumbuh kembang generasi bangsa.  “Anak-anak mulai melupakan bacaan yang menarik, karena asyik dengan gawainya. Padahal, kampanye literasi sudah dahulu digaungkan Perpusnas RI,” kata Agus dalam talkshow The Leader dengan tema “Anak Indonesia Cerdas Literasi dan Bermedia Sosial”, Kamis (3/8).

Pada 2003, kampanye literasi sudah mulai melalui duta baca nasional saat itu, Tantowi Yahya. Dengan tagline “Ibuku Perpustakaan Pertamaku”. Artinya orang tua punya peran penting di rumah, sebelum sosialisasi keluar rumah.  “Ibu atau ayah mendampingi anak mereka untuk kenalkan literasi. Penelitian membuktikan usia 0-5 tahun pada anak, perkembangannya dikontrol melalui buku bacaan,” ujar Agus.  Saat ini, sambungnya, kampanye literasi masih terus berlangsung. Dengan duta baca nasional yang berganti-ganti. Perannya tetap sama, mengajak untuk dekat dengan buku. Namun di era kini, menggabungkan dengan teknologi. Di gedung baru Perpusnas, ujarnya ,sudah diterapkan teknologi. Bagaimana agar bisa memberikan kontribusi besar bagi masyarakat. 

“Kami ambil peran itu dengan menyiapkan wadah dan fasilitas. Di antaranya ada Layanan Khusus Anak. Kunjungan di Sabtu dan Minggu selalu overload, khususnya dari anak-anak,” tuturnya. Agus mengungkapkan layanan khusus anak dibuat lebih menyenangkan. Ada mainan dan sebagainya. Kesenangan yang awalnya didapatkan melalui gawai, bisa dialihkan ke perpustakaan.  Dia menegaskan Perpusnas tidak meninggalkan teknologi, tetapi justru mulai memanfaatkannya. Yakni membuat aplikasi  I-Pusnas. Jadi, masyarakat kalau mau baca buku, tak harus datang ke Perpusnas. Cukup buka aplikasi melalui telepon genggam. “Untuk sekolah ada aplikasi Pusnas Edu, sehingga memudahkan perpustakaan di sekolah mencari buku untuk kebutuhan belajar mengajar,” sebut Agus.

Dia melanjutkan agar anak-anak menyukai literasi, peran orang tua sangat dibutuhkan. Misalnya, mematikan televisi mulai dari pukul 18.00-19.00 WIB untuk memberi waktu membaca.  Ini memang tantangan terbesar. Sejak dini dibiasakan kenalkan bahan bacaan. Saat mau tidur juga, anak-anak paling suka bacaan dongeng, sambungnya. Pada kesempatan sama, Pustakawan Layanan Anak Fitriana Ramadhani menambahkan menjadi pustakawan khusus anak dituntut memiliki daya kreativitas tinggi. Saat membaca misalnya, tetapi tidak seperti membaca. Fitriana mencontohkan, anak-anak ditanya soal cita-cita. Mereka membaca dahulu, baru menulis apa cita-cita mereka saat dewasa. Dengan cara ini, buku menjadi hidup.  “Tidak lagi selesai membaca, lalu tutup buku. Jadi, menciptakan sesuatu dari membaca,” pungkasnya.