1. Hans 

Risa memulai kisah Hans dengan menggambarkan keadaan naas sang nenek kandung yang keturunan Inlander. Nenek yang bekerja oleh bangsa Belanda, diperkosa oleh majikannya sendiri hingga mengandung mama dari Hans. Tak kalah mengenaskan kisah dari mama Hans ini, di mana ia hanya dirawat oleh seorang wanita tua yang sebatang kara, yang di dalam cerita ini digambarkan Hans begitu menyayanginya. Sosok satu-satunya yang mama Hans kenal dan mengasihinya sepenuh jiwa… Oma Rose.

Hans kecil hanya sebentar merasakan hidup ditengah-tengah keluarga kecil hangat dan bahagia, seolah alam tidak akan pernah mengizinkan keluarga Hans berlama-lama menikmati kebahagiaan. Tragedi dimulai ketika Mama Hans difitnah telah membunuh sahabatnya sendiri, Hans dibawa pergi oleh Oma Rose sedangkan Mama entah bagaimana nasibnya karena hingga Risa selesai menceritakan kisah Hans, sang mama belum juga ada kejelasan berita.

Hans memiliki dua saudara perempuan, kakak perempuan dan adik perempuan nan cantik. Mereka berdua dibawa oleh ayah Hans, entah ke mana. Mungkin kembali ke Netherland Negara asal mereka. Selama masa pelarian itu, Oma Rose membawa Hans dari satu kota ke kota yang lain. Hans hanya memiliki Oma Rose dan begitu pun sebaliknya, mereka seperti tambal sulam yang selalu menutupi kekurangan yang ada.

Hans kecil yang terlampau memiliki banyak masalah, tumbuh menjadi sosok yang bijaksana dan mudah berempati dengan keadaan sekelilingnya. Lantas, apakah pencarian Hans dan Oma rose kepada saudara-sauadara serta Ayah Hans berakhir bahagia?. Salah satu sahabat Risa yang menurutku kisahnya menarik untuk dibaca, Risa tidak menjadikan Hans sebagai subjek lemah di dalam ceritanya. Sebaliknya, Risa menggambarkan sosok Hans adalah sosok anak kecil yang tegar dan bijaksana. Di bawah bimbingan dan asuhan sang Oma, ia menjadi sosok anak kecil yang ramah, cerdas dan bijaksana.

2. Janshen

Janshen merupakan anak kecil yang dikenal dengan karakternya yang selalu ceria. Ia hampir saja genap berumur enam tahun. Jantje Heinrich Janshen nama lengkapnya. Nama Janshen sebenarnya hanya nama belakang, namun ia sendiri meminta kepada ayahnya, Jan Garrelt Janshen untuk menjadikan Janshen menjadi nama panggilannya. Katanya, Jantje lebih pantas disematkan pada anak perempuan.

Keluarga Janshen tergolong keluarga yang biasa saja. Garrelt memiliki seorang istri bernama Marthaus Janshen. Mereka dikaruniai 4 anak, 3 di antaranya adalah perempuan. Maria Elizabeth Janshen merupakan putri sulung mereka dan Engel Annabele Janshen merupakan putri kedua. Putri ketiga mereka yang bernama Margarethie Reina Janshen adalah tipe gadis Belanda anggun yang selalu membuat mata laki-laki berpaling kepadanya. Mereka sekeluarga memutuskan untuk menetap di kota Bandoeng setelah Bandoeng menjadi salah satu cabang usaha perdagangan Garrelt.

Janshen terlahir dari keluarga yang terkenal akan kebaikannya sekalipun dengan kaum pribumi. Di Hindia Belanda keluarga Janshen bahkan tak kesusahan saat mencari pegawai untuk toko mereka. Orang-orang sangat menghormati mereka. Ibunda Janshen, Martha sering kali mendapat bonus dari para pedagang pribumi saat ia berbelanja. Keempat anaknya dibebaskan untuk berbaur dengan siapa pun. Martha berpikir, orang tak akan menjahatinya jika dia bersikap baik pada orang lain. Keluarga ini selalu melimpahi kasih sayang antara satu sama lain. Keempat anak Garrelt dan Martha tumbuh menjadi anak yang baik, penurut, dan selalu menghormati semua orang, benar-benar meneladani sikap orang tuanya.

Buku ini tidak semata-mata mengisahkan kisah hidup Janshen, tetapi juga kakak-kakaknya yakni Lizbeth, Anna, dan Reina. Mulai dari bagaimana Lizbeth bertahan hidup dengan penyakitnya, persahabatan antara Anna dengan Satirah, hingga kisah cinta Anna dengan guru muda Joshua. Pada akhir novel diceritakan bagaimana Anna dan Janshen bertahan hidup di negara jajahan Hindia Belanda sementara orang tua dan dua kakaknya pergi ke Netherland untuk pengobatan Lizbeth dan Reina. Kegaduhan yang ditimbulkan oleh pasukan Nippon membuat Anna terpaksa menyerahkan diri demi melindungi Si kecil Janshen.

3. Peter

Peter adalah salah satu anak Belanda yang lahir di Hindia Belanda (Indonesia) dan hidup di Jawa Barat, Peter mengatakan bukan Bandung, namun sebuah kota kecil di Jawa Barat. Hingga sekarang ia tak mau menyebutnya dimana. Dia merupakan anak tunggal dari pasangan Albertus van Gils dan Beatrice Van Gils. Berada di Hindia Belanda pada tahun 1935-an membuat Peter hanya bisa bermain bersama pengasuh, para jongos, atau sesekali berkebun dengan ibunya. Perlakuan ayah dan ibunya berbeda kepada Peter. Peter lebih dekat terhadap Ibunya Beatrice. Sedangkan ayahnya Albert merasa geram terhadap Peter. Ayah peter membuat jarak dengan para Inlander yang membuat Peter waktu itu kesulitan untuk bersekolah, meski pada akhirnya ayahnya menjadi luluh.

Sebagai anak yang temperamen, Peter tidak suka apabila dirinya dijelek-jelekkan oleh orang lain apalagi mengenai ukuran tubuhnya yang cenderung tidak sesuai dengan umurnya. Banyak kejadian-kejadian dalam hidup Peter yang karena ulahnya sendiri dia tidak bisa bersekolah dan belajar. Ayahnya Albert sangat menginginkan Peter fasih berbahasa Netherland dan meningkatkan kecintaannya terhadap daerah asalnya.

Namun ada satu guru yang berhasil membuat Peter betah dan mau belajar. Guru itu bernama Nafiah. Tak lama sejak Nafiah berada di sana, hiruk pikuk kota Bandung akan kedatangan bangsa Nippon terjadi. Tak terkecuali keluarga Van Gils pun juga panik terhadap isu kekejaman bangsa Nippon. Meskipun mereka pada awalnya menganggap itu hanya mitos namun pada akhirnya mereka benar-benar berada di Bandung.

4. Hendrick

Hendrick Konnings merupakan anak kedua dari pasangan Nina dan Jeremy Konnings. Mereka bertiga tinggal di Kota Bandoeng. Keluarga ini merupakan keluarga ternama yang mempunyai banyak pelayan dari kaum pribumi di rumah mereka. Hendrick anaknya tampan dan ceria, ia juga sangat pintar. Kemudian Hendrick bersahabat dengan Hans yang ternyata tinggal dibelakang rumah keluarga Konnings. Hidup Hendrick pun terasa sempurna. Ia memiliki kedua orang tua yang sangat menyayanginya, Hans yang sangat setia padanya, serta nenek Hans yang bernama Rosemary sudah menganggapnya sebagai cucu.
 
Namun, hidup Hendrick mulai berubah ketika Helena datang ke kehidupan keluarga Konnings. Nina Konnings menganggap Helena seperti Angeline, putri pertamanya yang sudah meninggal saat berusia dua hari setelah dilahirkan. Sejak saat itu, kedua orang tuanya sangat menyayangi Helena, posisi Hendrick tersisihkan oleh Helena.
 
Hingga akhirnya Hendrick jatuh sakit karena Nina tak pernah memperhatikan kondisi Hendrick. Nina menganggap Hendrick yang telah membunuh ayahnya. Nina depresi berat saat itu, hingga Hendrick itu dijemput maut karena terserang penyakit langka. Pantas saja Hendrick tak mau bercerita padaku. Ternyata, kisahnya jauh lebih buruk dari yang kubayangkan.
 
Dilihat dari covernya, gambarnya cukup sesuai karena bernuansa horor sama seperti Hendrick yang sekarang sudah meninggal. Dari segi isi, kata-kata yang ditulis Risa bisa menghipnotis pembaca. Pembaca bisa larut dalam keharuan yang dialami Hendrick setelah ayahnya meninggal. Terdapat banyak pesan moral yang dapat diambil tentang kemandirian dan kesabaran Hendrick kecil dalam menjalani kehidupannya semasa ia masih hidup. Pemilihan katanya juga mudah dipahami.
 
5. William
 

William Van Kammen adalah seorang anak kecil yang tampan, apalagi dengan biola yang selalu menemaninya. Namun, dalam hatinya ia merasa kesepian. Semua itu karena perpindahan keluarganya ke Hindia Belanda. Kini matanya kosong karena kesedihan, tidak ada yang mau berteman dengannya. Setelah kematian menyapa, barulah dia merasa bahagia. Akhirnya ia berteman dengan Peter si anak nakal, Hendrick yang congkak, Hans yang perasa, Janshen si ompong, hingga Risa si anak manusia yang bisa melihat hantu.

Ini adalah kisah tentangnya, kisah yang selama ini William dekap dengan erat. Siapkah kamu untuk mendengarkan rahasia terdalamnya?

Buku ini mengajarkan kita banyak tentang sejarah, bagaimana kehidupan bangsa kita dimasa akhir penjajahan kolonial. Rakyat yang terpuruk didalam negerinya sendiri, sedangkan orang-orang Belanda semakin memperkaya diri dengan menindas kaum yang mereka sebut Inlander. Sangat jelas kasta yang jauh berbeda seperti majikan dan budaknya.

William terlahir dari keluarga kaya raya, ayahnya merupakan seorang tentara dan pebisnis, sedangkan ibunya anak yang sudah dimanja dari kecil dengan berbagai kemewahan, sehingga menjadi perempuan yang sombong dan mengatasnamakan harta diatas segelanya. William berbeda, atas didikan kakeknya yang sederhana, ia menjadi anak yang berbudu luhur, bijaksana sehingga berpikir lebih dewasa diatas usianya. Ia lebih memilih berteman dengan budak Inlander (sebutan orang Belanda untuk orang jajahannya) dari pada anak-anak elit Belanda yang memandang rendah orang-orang dibawahnya. Pada saat itu berteman dengan orang jajahan apalagi berstatus sebagai pembantu ialah hal yang memalukan.

Perihal itulah ibunya sangat membenci dirinya, karena tidak menuruti keinginan ibunya untuk menjadi anak kelas atas. William merasa seperti tersiksa disangkar emas karena orangtuanya. Ayahnya tidak bisa berbuat banyak, walaupun menyayangi William, namun ia sangat mencintai istrinya daripada dirinya sendiri.

William meninggal di usia muda karena dibunuh tentara Jepang di rumahnya. Saat hidup hanya Biola pemberian kakeknya yang setia menemani kesepiannya, setelah satu persatu teman terdekatnya pergi. Ia pernah merasa sangat bersalah kepada teman inlandernya bernama Toto, karena tidak ingin mempermalukan ibunya dihadapan kalangan bangsawan, ia berbicara kasar dan mungkin menyakiti hati Toto. Pada saat itu ia terus murung dan dihantui perasaan menyesal.